Latar belakang
Tes Potensi
Akademik (TPA) adalah sebuah tes yang bertujuan untuk mengetahui bakat dan
kemampuan seseorang di bidang keilmuan (akademis). Tes ini juga sering
dihubungkan dengan kecerdasan seseorang. Tes Potensi Akademik ini juga identik
dengan tes GRE (Graduate Record Examination) yang sudah menjadi standar
internasional. Tes GRE menjadi standar internasional syarat penerimaan
mahasiswa Perguruan Tinggi. Sekarang Tes Potensi Akademik (TPA) telah menjadi
tes standar penyaringan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), rekrutmen karyawan
swasta, serta karyawan BUMN. Bahkan kenaikan jabatan setingkat manajer di
berbagai perusahaan juga mempersyaratkan karyawannya mencapai TPA dengan skor minimum
tertentu. Tes Potensi Akademik juga umum dipakai sebagai tes penerimaan
mahasiswa untuk jenjang S2 dan S3. Tes Potensi Akademik pada umumnya memiliki
empat jenis soal, yaitu tes verbal atau bahasa, tes numerik atau angka, tes
logika, dan tes spasial atau gambar. Tes verbal berfungsi untuk mengukur
kemampuan seseorang di bidang kata dan bahasa. Tes ini meliputi tes sinonim
(persamaan kata), tes antonim (lawan kata), tes padanan hubungan kata, dan tes pengelompokan
kata. Tes angka berfungsi mengukur kemampuan seseorang di bidang angka, dalam
rangka berpikir terstruktur dan logis matematis. Tes ini meliputi tes aritmetik
(hitungan), tes seri angka, tes seri huruf, tes logika angka dan tes angka
dalam cerita. Tes logika berfungsi mengukur kemampuan seseorang dalam penalaran
dan pemecahan persoalan secara logis atau masuk akal. Tes logika ini meliputi tes
logika umum, tes analisa pernyataan dan kesimpulan (silogisme), tes logika
cerita dan tes logika diagram. Sedangkan tes spasial atau tes gambar, berfungsi
mengukur daya logika ruang yang dimiliki seseorang. Tes ini meliputi antara
lain tes padanan hubungan gambar, tes seri gambar, tes pengelompokan gambar,
tes bayangan gambar dan tes identifikasi gambar. Banyak sekali TPA yang hanya
dilakukan secara tertulis dan itu cenderung membosankan, terkadang orang yang mengikuti
tes tersebut segera menginginkan jawaban itu segera muncul untuk mengetahui
kemampuan yang dimilikinya. Selain itu kurangnya keefektifan dalam pengoreksian
jawaban, manajemen penyimpanan nilai dari hasil tes merupakan masalah lain jika
tes potensi akademik di lakukan secara manual. Aplikasi ini dapat di akses oleh
banyak pihak(klien). Dan untuk memudahkan manajemen aplikasi tersebut klien
server adalah sebuah solusinya karena Server bisa melayani beberapa client pada
waktu yang sama, dan meregulasi akses bersama untuk share sumber daya dalam
menjamin konsistensinya. Maka dari hal-hal tersebut dipandang perlu untuk
dibuat aplikasi tes potensi akademik berbasis client server sehingga dapat mengatasi
masalah diatas
SEJARAH Tes Potensi
Akademik (TPA)
Organisasi penyedia layanan Tes Potensi Akademik (TPA),
berkembang dari waktu ke waktu, sejalan dengan perkembangan penggunaan dan
pengguna alat tes itu sendiri. Sebagai alat tes, TPA pertama kali dikembangkan
bersamaan dengan berdirinya Overseas Training Office (OTO) di Bappenas pada
tahun 1984. Tugas OTO Bappenas pada waktu itu adalah mengelola dan
mengkoordinasikan dana hibah luar negeri untuk peningkatan SDM khususnya PNS
melalui program beasiswa S2 dan S3 luar negeri. Mengingat besarnya calon peserta
dan tuntutan akan adanya kredibilitas untuk memilih calon peserta serta untuk
menjamin keberhasilan penyelesaian studi peserta program yang diselenggarakan
OTO Bappenas, dikembangkan suatu alat seleksi sejenis advanced level scholastic
aptitude test (SAT) yang telah diterapkan secara luas di Amerika Serikat, dalam
bahasa Indonesia. Konsep TPA dirancang mengikuti model Graduate Record
Examination Aptitude Test (GRE) yang telah diterapkan secara luas di Amerika
Serikat. Keputusan ini diambil karena sebagian besar calon mahasiswa dikirm ke
universitas di Amerika Serikat yang menuntut calon lolos saringan GRE.
Disamping itu, penelitian di Amerika Serikat menunjukan angka total GRE lebih
valid dibanding indeks prestasi undergraduate sebagai alat prediksi keberhasilan
dalam pendidikan pascasarjana. Dari pelaksanaan tes pertama tersebut ternyata
mendapat sambutan positif dari departemen dan lembaga non departemen yang
menyatakan bahwa TPA sangat sesuai digunakan sebagai salah satu alat seleksi
bagi calon peserta program S2 dan S3 luar negeri. Dari analisis item soal-soal
TPA menunjukan bahwa validitas dan reliabilitas TPA cukup tinggi. Untuk menjaga
kualitas dan kredibilitas TPA, Koperasi Bappenas secara periodik bekerjasama
dengan konsultan dan lembaga, baik dari dalam maupun luar negeri, dalam
pengembangan TPA. Selain itu, OTO Bappenas juga terus memperbaiki sistem
pendaftaran, pengadaan bahan, pelaksanaan tes, penilaian (skoring), dan
penyampaian hasil kepada peserta. Pada perkembangan selanjutnya, TPA tidak
hanya digunakan sebagai alat seleksi untuk program beasiswa S2 dan S3 luar
negeri saja, namun juga digunakan sebagai alat seleksi penerimaan mahasiswa
program S2 dan S3 oleh sebagian besar perguruan tinggi negeri dan swasta.
Selain itu TPA juga kemudian dipergunakan sebagai alat seleksi penerimaan
pegawai baru dan mutasi/promosi jabatan oleh departemen/lembaga non departemen
di pusat dan daerah, BUMN/BUMD dan perusahaan swasta. Sebagai organisasi
penyedia layanan, OTO Bappenas sebagai penyedia layanan di bawah lembaga
pemerintah, sekarang telah diganti oleh lembaga berbadan hukum independen:
Koperasi Pegawai Bappenas atau disebut juga dengan nama Koperasi Perencanaan.
Koperasi Perencanaan memiliki unit khusus yang melayani permintaan
penyelenggaraan TPA dan tes lain-lainya, yakni: Unit Usaha Otonom
Penyelenggaraan Tes (UUO PT).
Jika memang penting, bagaimana tips sukses dalam menghadapi TPA?
Jika pernah
mendaftar kerja di berbagai perusahaan, kamu mungkin tidak asing lagi dengan
tes yang satu ini. Tes Potensi Akademik atau TPA adalah salah satu jenis
psikotes yang digunakan untuk mengukur kecerdasan intelektual seseorang. Di
Indonesia, TPA banyak dimanfaatkan dalam proses rekrutmen kerja, tes beasiswa,
hingga tes masuk perguruan tinggi.
Bahkan,
dikutip dari laman resmi Bappenas, TPA juga dirancang untuk melihat potensi
intelektual yang dianggap mendasari kemungkinan keberhasilan seseorang dalam
menjalani pendidikan S2 atau S3.
Setidaknya
ada tiga aspek yang dinilai dalam tes TPA, yakni verbal, numerikal, dan
figural.
Kemampuan
verbal adalah kemampuan memahami dan berpikir menggunakan bahasa.
Adapun
kemampuan numerikal adalah kemampuan memahami dan berpikir menggunakan angka.
Sementara
itu, kemampuan figural adalah kemampuan memahami dan berpikir menggunakan
gambar.
Meskipun
pertanyaan dalam Tes Potensi Akademik terkesan sederhana, banyak orang justru
gagal dalam tes ini.
Alasannya
beragam, mulai dari tidak teliti, kekurangan waktu, hingga bingung menentukan
jawaban yang tepat.
Oleh karena
itu, dibutuhkan trik khusus untuk dapat menjawab semua pertanyaan dengan tepat
sesuai waktu yang telah disediakan.
Tes Potensi Akademik menggunakan sistem penilaian skor. Semakin banyak jawaban yang berhasil kamu jawab dengan benar, semakin tinggi pula skormu.
- Tes verbal berfungsi untuk mengukur kemampuan seseorang di bidang kata dan bahasa. Tes ini meliputi tes sinonim (Persamaan kata), antonim (lawan kata), tes padanan hubungan kata, dan tes pengelompokan kata.
- Tes angka mengukur kemamuan seseorang di bidang angka, dalam rangka berfikir terstruktur, dan logis matematis. Tes ini meliputi tes aritmatik (hitungan), tes seri angka, tes seri huruf, tes logika angka, dan tes angka dalam cerita.
- Tes logika berfungsi mengukur kemampuan seseorang dalam penalaran dan pemecahan persoalan secara logis atau masuk akal. Tes logika ini meliputi tes logika umum, tes analisa pernyataan dan kesimpulan (silogisme), tes logika cerita, dan tes logika diagram.
Mengapa TPA dibutuhkan dalam proses seleksi?
TPA
bertujuan untuk mengukur kapasitas berpikir siswa, sehingga hasil tes ini dapat
memprediksi apakah seorang siswa akan lebih berhasil dalam prestasi belajarnya
di jenjang yang lebih tinggi, dan lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami
stress dengan tuntutan belajar di sekolah nantinya.
Siswa yang
memiliki kemampuan berpikir yang tinggi akan memiliki proses berpikir dan
strategi pemecahan masalah yang efektif dan efisien yang membuatnya lebih mudah
mempelajari mata pelajaran di sekolah dan menyelesaikan persoalan, sehingga dia
tidak mudah untuk mengalami kecemasan dalam belajar dan akan memiliki prestasi
belajar yang lebih baik.
Hasil dari
nilai TPA dapat pula digunakan sebagai profil kemampuan berfikir siswa
(berfikir dengan bahasa, angka, atau gambar) yang dapat dipergunakan oleh guru
dan sekolah untuk mengembangkan proses pembelajaran di sekolah tersebut atau
membantu siswa secara individual. Sehingga, proses pembelajaran siswa akan
lebih efektif dan optimal karena siswa dapat memaksimalkan potensi kemampuan
berpikirnya (dengan bahasa, angka, atau gambar) dalam belajar.
Contoh,
seorang siswa yang mempunyai profil kemampuan berfikir yang menunjukkan
kekuatan kemampuan berfikir dengan gambar dibandingkan dengan kemampuan dalam
berfikir bahasa dan angka, maka anak sebaiknya diminta untuk membuat
sketsa-sketsa gambar untuk memahami pelajaran yang bermuatan bahasa yang
tinggi.
Rentang skor TPA yaitu:
200-800
Artinya,
skor terendah adalah 200 dan skor tertinggi adalah 800. Masing-masing seksi
mendapat skor 20-80.
Berikut rumus menghitung skor TPA Bappenas.
Skor = (Jumlah
Benar / Total Soal) x 600 + 200
Sebagai
contoh, kamu bisa mengerjakan 70 soal benar dari 120 soal.
Skor =
(225/250) x 600 + 200 = 740
Mengapa harus tahu cara menghitung skor?
Setiap kali
kamu latihan, kamu dapat menghitung jumlah soal yang dijawab dengan benar. Kamu
dapat mengukur apakah kamu sudah mencapai batas target atau belum. Dengan
begitu, kamu dapat mempersiapkan diri dan terus meningkatkan nilai.
Trik Mendapat Skor TPA Maksimal
Agar kamu
dapat meraih skor semaksimal mungkin, kamu harus mengetahui triknya. Soal-soal
TPA memang tidak dirancang untuk dijawab semua.
Artinya,
kamu harus memprioritaskan soal-soal yang mudah dan pasti bisa dikerjakan
dengan benar. Contohnya soal pada Tes Numerik. Kamu diberi waktu 60 menit untuk
90 soal. Artinya kamu harus mengerjakan 40 detik/soal. Gunakan 20 detik pertama
untuk membaca dan menentukan apakah soal tersebut dapat dikerjakan. Kalau
sulit, kamu dapat melanjutkan ke soal berikutnya. Pasalnya skor dihitung dari
jumlah soal yang dikerjakan dengan benar.
Kamu juga
perlu memperhatikan jumlah peserta yang mendaftar. Jika pendaftar tidak terlalu
banyak, kamu dapat menargetkan 70 persen jawaban benar. Namun jika pendaftar
mencapai ribuan jumlahnya, kamu harus menetapkan target 80 persen jawaban benar
agar lebih unggul.
Batas Lulus Skor TPA
Bappenas
menetapkan rentang skor adalah 200-800. Namun batas nilai yang dibutuhkan untuk
lulus ditetapkan oleh lembaga yang mengadakan tes tersebut.
Misalnya,
kamu mendaftar S-2 di Universitas Gadjah Mada (UGM), maka pihak universitas
yang menetapkan nilai minimal untuk lulus, meskipun tes diselenggarakan oleh
Bappenas.
Rata-rata
skor yang dibutuhkan untuk S-2 adalah 450-500, sedangkan S-3 adalah 550-600.
Seseorang dengan skor 500 dianggap sudah memiliki kemampuan rata-rata.
Skor TPA
dari Bappenas berlaku sampai 2 tahun sejak tanggal tes. Skor ini tidak dapat
diperpanjang. Jika sudah habis masa berlakunya, kamu harus mengikuti tes
kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar